Selasa, 29 April 2008

DAFTAR PERTANYAAN-PERTANYAAN

Instrumen wawancara/ daftar pertanyaan yang bertujuan untuk menegetahui motif dan motivasi siswa, potensi bawaan siswa dalam meraih kesuksesan, pengaruh lingkunagn siswa, keunikan pribadi siswa;

Jawablah pertanyaan ini sesuai dengan pribadi anda:

  1. Apakah motif anda dalam belajar sangat mempengaruhi anda agar tetap semangat, dan apakah motif itu senantiasa tidak berubah-ubah?
  2. Apakah yang memotivasi anda dalam belajar dan menurut anda perlukah motivasi itu harus selalu diberikan penuh oleh orang tua?
  3. Menurut anda pembawaan setiap anak selalu sama dengan orang tuanya dan apakah pembawaan itu dapat berubah dengan usaha-usaha?
  4. Apakah lingkungan anda mempengaruhi dan menunjang sekali dalam belajar untuk meraih kesuksesan dan kemudahan?
  5. Apakah anda telah menemukan jati diri, keunikan dan keistimewan pada diri anda sehingga dengan keunikan tersebut anda merasa itulah bakat yang anda miliki?

TEORI KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.

Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.

Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:

  1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
  2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
  3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
  4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Senin, 28 April 2008

TUGAS TEORI-TEORI BELAJAR

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

  1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan ( 8)umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Sumber: Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Selasa, 01 April 2008

PERMASALAHAN SILABUS BK SMP KELAS VIII

Masalah yang diangkat tentang memahami pentingnya hubungan sosial sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya. Begitu pula dengan siswa SMP kelas VIII hendaknya mereka memahami pentingnya hubungan sosial terhadap sesamanya baik di masyarakat dan dimanapun mereka berada yang sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Para sisiwa SMP kelas VIII dalam berhubungan atau berinteraksi sosial terhadap teman-temannya cenderung memilih-milih misalnya anak orang kaya lebih cenderung berteman dengan anak orang kaya juga, anak yang suka meroko lebih senang bergaul dengan teman yang suka meroko juga, bahkan anak yang beda keyakinan tidak mau menolong temannya yang tidak sama berkeyakinan dengannya. Pada saat ini sering kita melihat banyaknya tauran antar pelajar, mengapa hal demikian terjadi? Karena kurangnya pemahaman mereka tentang cara interaksi dan berhubungan sosial sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama. Tidak salah jika kita melihat interaksi atau hubungan siswa dengan lingkungan baik di sekolah maupun di masyarakat terjadi perkotak-kotakan sehingga timbul diantara mereka kurangnya rasa tolong menolong dan kurangnya sikap saling menghormati antar sesama.
Menanggapi permasalah di atas, hendaknya pendidik menanamkan rasa kepedulian yang besar terhadap sesama, menuntun dan mengajarkan kepada mereka bahwa dalam berinteraksi atau berhubungan sosial harus sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran agama serta membiasakan kepada mereka agar saling tolong menolong dan hormat menghormati tanpa pandang RAS.



Selasa, 25 Maret 2008

Psikologi Perkembangan Remaja

Nama : Rini Maryani
NIM : 106013000315

Psikologi Perkembangan Remaja

1. Batas dan Makna Masa Remaja

Menurut Harold Alberty menyatakan bahwa periode masa remaja itu kiranya dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya. Secara tentatif pula para ahli umumnya sependapat bahwa rentang masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.

Menurut Spranger (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada sikap individu terhadap nilai-nilai), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan ke arah dan kedalam berbagai lapangan hidup.

2. Perkembangan Remaja

Ciri umum masa remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan yang jelas ialah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat hingga mencapai tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi. Selain itu pula remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa.

Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya

Secara umum masa remaja dapat dibagi tiga bagian

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha m,engembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Focus dari tahap ini adalah penerimaan bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebayanya.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting. Namun individu sudah lebih mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan denagb tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selai itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keingingan yang kuat untuk menjadi matang dan di terima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.

3. Proses Perubahan pada Masa Remaja

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Proses perubahan dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja diuraikan sebagai berikut:

  1. perubahan Fisik

rangkaian perubahan yang paling jelas nampak dialami oleh remaja ialah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon- hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan cirri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring denagn itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalau mulai terlihat berbeda.

2 . perubahan emosionalitas

Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi ialah perubahan dalam aspek emosionlitas pada remaja sebagi akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan denagn badaniah tersebut.

Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

  1. perubahan kognitif

perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget sebagai tahap terakhir yang disebut formal operation dalam perkembangan kognitifnya.

Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan denagn aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realita.

  1. Implikasi Psikososial

secara perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa focus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Pada saat remaja mengalami keprihatinan yaitu dimana remaja sangat tidak siap untuk berkutat dengan kerumitan dan ketidak pastian, berikutnya muncul fakor-faktor yang menimpa dirinya. Remaja dalam masyarakat kita secara tipikal dituntut untuk membuat satu pilihan, suatu keputusan tentang apa yang dia lakukan bila dewasa.

4. Tugas Perkembangan Remaja

Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas tertentu yang berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan sering disebut tugas-tugas perkembangan. Piknus (1976) mengemukakan beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja yaitu:

  1. menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya.
  2. mencapai kemandirian emosional dan figur-figur otoritas.
  3. mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi denag teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok.
  4. menemukan model untuk identifikasi
  5. menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber-sumber yang ada pada dirinya.
  6. memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada.
  7. meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak-kanakan.

Dari tugas-tugas tersebut, tampak bahwa secara umum tugas perkembangan masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan juga dengan lingkungan social yang dihadapinya. Semua perubahan yang terjadi pada masa remaja dan masa ini menuntut individu untuk melakukan penyesuaian di dalam dirinya, menerima perubahan-perubahan itu sebagai bagian dari dirinya, dan membentuk suatu sense of self yang baru tentang siapa dirinya, untuk mempersiapkan diri menghadapai masa dewasa.

sumber:

Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama. 2006.

Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda Karya. Cet ke 8. 2005

Minggu, 23 Maret 2008

silabus bimbingan konseling

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.

TUJUANBIMBINGAN DAN KONSELING

Membantu memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi-potensi mereka secara optimal.

FUNGSI BIMBINGAN KONSELING

1.Fungsi Pemahaman

2.Fungsi Pencegahan

3.Fungsi Pengentasan

4.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan

5.Fungsi Advokasi

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

1.Prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan;

(1)non diskriminasi, (2) individu dinamis dan unik (3) tahap & aspek perkembangan individu, (4) perbedaan individual.

2.Prinsip berkenaan dengan permasalahan individu;

(1)kondisi mental individu terhadap lingkungan sosialnya, (2) kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.

3.Prinsip berkenaan dengan program layanan;

(1)bagian integral pendidikan, (2) fleksibel & adaptif (3) berkelanjutan (4) penilaian teratur & terarah

4.Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan;

(1) pengembangan individu agar mandiri (2) keputusan sukarela (3) ditangani oleh profesional & kompeten, (4) kerjasama antar pihak terkait, (5) pemanfaatan maksimal dari hasil penilaian/pengukuran

ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

lAsas Kerahasiaan

lAsas Kesukarelaan

lAsas Keterbukaan

lAsas Kegiatan

lAsas Kekinian

lAsas Kedinamisan

lAsas Keterpaduan

lAsas Kenormatifan

lAsas Keahlian

lAsas Kemandirian

lAsas Alih Tangan Kasus

lAsas Tutwuri Handayani

PARADIGMA BIMBINGAN DAN KONSELING

lBK merupakan pelayanan psiko-paedagogis dalam bingkai budayaIndonesia dan religius.

lArah BK mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal.

lMembantu siswa agar mampu mengatasiberbagai permasalahan yang mengganggu dan menghambat perkembangannya.

VISI BIMBINGAN DAN KONSELING

Terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan YME, sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan alam semesta.

MISI BIMBINGAN DAN KONSELING

Menunjang perkembangan diri dan kemandirian siswa untuk dapat menjalani kehidupannya sehari-hari sebagai siswa secara efektif, kreatif, dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk masa depan karir dalam:

(1)Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME;

(2)Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan;

(3)Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual;

(4)Pengambilan keputusan berdasarkan IQ, EQ, dan SQ; dan

(5)Pengaktualisasian diri secara optimal.

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMA

1.Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;

2.Mencapai kematangan dalam hubungan antar teman sebaya, serta peranannya sebagai pria atau wanita;

3.<;span style="font-family: 'Trebuchet MS';">Mencapai kematangan pertumbuhan Jasmani Sehat;

4.Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas;

5.Mencapai kematangan dalam pilihan karir;

6.Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri baik secara emosional, sosial, intelektual, dan ekonomi;

7.Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara;

8.Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni;

9.Mencapai kematangan dalam etika sistem dan nilai.

PROFIL KOMPETENSI LULUSAN SMA

ASPEK AFEKTIF

Siswa memiliki :

lKeimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing.

lMemiliki nilai-nilai etika dan estetika.

lMemiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi dan humaniora.

ASPEK KOGNITIF

lMenguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

ASPEK PSIKOMOTOR

lMemiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global.

lMemiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.

PENGEMBANGAN KOMPETENSIMELALUI BIMBINGAN KONSELING

lPerhatikan masing-masing butir tugas-tugas perkembangan siswa SLTA dan profil lulusan SLTA

lKembangkan butir tersebutkedalam bidang-bidang Bimbingan Konseling (Pribadi, Sosial, Belajar, Karir)

lRumuskansetiap pengembangan butir ke dalam bentuk kompetensi-kompetensi yang diharapkan

lTentukan materi yang akan diberikan untuk mencapai kompetensi yang telah dirumuskan

lPilihlah kegiatan layanan, kegiatan pendukung dan penilaian yang relevan dengan kompetensi.

1.BIMBINGAN PRIBADI SISWA SLTA

lPemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

lPemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif.

lPemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta dalam penyaluran dan pengembangannya.

lPemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.

lPemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan.

lPengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.

lPemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.

2. BIMBINGAN SOSIAL SISWA SLTA

lPemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.

lPemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.

lPemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik dirumah, sekolah, tempatbekerja maupun dalam masyarakat.

lPemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya baik dilingkungan sekolah yang sama maupun di luar sekolah.

lPemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah dan upaya pelaksanaanya secara dinamis serta bertanggung jawab.

lOrientasi tentang hidup berkeluarga.

3. BIMBINGAN BELAJAR SISWA SLTA

lPemantapan sikap dan kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif, efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi.

lPemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.

lPemantapan penguasaan materi program belajar disekolah lanjutan tingkat atas sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.

lPemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.

lOrientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.

4. BIMBINGAN KARIR SISWA SMA

lPemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan

lPemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan

lPemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya

lOrientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kepentingan hidup

lOrientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan

PENGENALAN DIRI DAN LINGKUNGAN SERTA PENGEMBANGAN DIRI DAN KARIR

1.Siswa mengenal dan memahami siapa dirinya.

2.Siswa mengenal dan memahami lingkungannya, meliputi lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, sosial, budaya dan masyarakat.

3.Pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu dikerahkan untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk pegembangan arah karir yang hendak diraihnya dimasa yang akan datang.

LAYANANORIENTASI

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memahami lingkungan yang baru dimasuki, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu

LAYANANINFORMASI

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik.

LAYANAN PEMBELAJARAN

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.

LAYANAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (di dalam kelas, kelompok belajar, program studi, program latihan, magang, ko/ekstra kurikuler, dll) sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya.

LAYANAN KONSELING PERORANGAN

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah pribadi yang dideritanya.

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

Layanan BK yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan diri baik sebagai individu maupun sebagai siswa, dan untuk pengembilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.

LAYANAN KONSELING KELOMPOK

Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.

KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING

1.APLIKASIINSTRUMENTASI BK(TES/ NON-TES)

2.HIMPUNAN DATA (PRIBADI SISWA, PRESTASI, OBSERVASI, ABSENSI, CATATAN KEJADIAN)

3.KONFERENSI KASUS

4.KUNJUNGAN RUMAH

5.ALIH TANGAN KASUS

APLIKASI INSTRUMENTASI

Kegiatan pendukung BK untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.

HIMPUNAN DATA

Kegiatan pendukung BK untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.

KONFERENSI KASUS

Kegiatan pendukung BK untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai fihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.

KUNJUNGAN RUMAH

Kegiatan pendukung BK untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.

ALIH TANGAN KASUS

Kegiatan pendukung BK untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut

KETENAGAAN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM BK

lGuru BK:

Konselor, adalah guru yang berlatar-belakang pendidikan BK yang melakukan: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi/ penilaian, analisis, dan tindak lanjut program dan kegiatan layanan BK.

Guru Pembimbing, adalah Konselor dan Guru yang ditugaskan dalam penyelenggaraan bimbingan.

lGuru Mata Pelajaran, adalah mitra kerja Guru BK dalam pelaksanaan program BK.

lWali Kelas, adalah mitra kerja dalam pelayanan BK.

lKepala Sekolah, adalah penanggung jawab menyeluruh kegiatan sekolah, termasuk kegiatan BK.

PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING

lDidasarkan KEBUTUHAN NYATA siswa

lLENGKAP dan MENYELURUH (memuat segenap fungsi BK)

lSISTEMATIS (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih).

lTERBUKA dan LUWES (mudah menerima masukan tanpa harus merombah program secara menyeluruh)

lMemungkinkan KERJASAMA dengan pihak terkait

lDimungkinkan PENILAIAN dan TINDAK LANJUT.

PERMASALAHAN

lPenyusunan Program BK, tidak didasarkan pada kebutuhan nyata siswa.

lPelaksanaan Program BK

šTidak adanya jam masuk kelas

šKurangnya sarana dan prasarana

šMasih adanya tugas-tugas yang mestinya bukan

štanggung jawab guru BK.

šBelum adanya kepercayaan terhadapguru BK

lPenilaian BK, masih bervariasinya sistem penilaian dalam BK.

CONTOH PENGEMBANGAN SILABUS

lTugas perkembangan I

Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.

lBidang Bimbingan Pribadi

Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

lRumusan Kompetensi :

Memahamin secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.

lMateri Pengembangan Kompetensi

Macam-macam kaidah ajaran agama.

lKelas : X – XII

lKegiatan Layanan : Orientasi dan Informasi

lKegiatan Pendukung : Aplikasi Instrumentasi, Himpunan Data

lPenilaian : Laijapen, Laijapan

lKeterangan : Bekerjasama dengan Guru Agama



Sumber : BK SMAN 42 Jakarta

Prev: PENDIDIKAN UNTUK KEBERDAYAAN DESA
Next: Guru adalah profesi,

Minggu, 09 Maret 2008

Jumat, 15 Nopember 2002
Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius.n dr/mqp
( )